Friday, February 26, 2010

PEBISNIS MLM PERLU BELAJAR ETIKA BISNIS


Oleh: Saverpall
Seorang aktivis LSM, Tinggal di Kupang, NTT


Tulisan ini diambil dari pengalaman hidup saya, sekadar mengingatkan kita akan pentingnya menjunjung tinggi etika di level manapun kita mencapai sukses.


Setelah berkerja selama lima tahun mendampingi para korban kerusuhan saudara pasca jajak pendapat di Timor Timur (kini Timor Leste), saya mulai berfikir untuk banting setir memilih jalur kehidupan yang lain. Jika hampir lima belas tahun sebelumnya, saya sudah malang melintang di dunia LSM, maka kini saatnya saya harus memikirkan bagaimana bisa menjalankan usaha, apapun itu bentuk usahanya, yang penting saya mau berbisnis. Demikian tekad saya, sekitar lima tahun silam.

Kupang, NTT, kota tempat saya menetap dikenal sebagai kota yang jarang dikunjungi hujan (jika tidak ingin mengatakannya kering dan tandus). Struktur lapisan tanah lebih didominasi oleh batu karang dan cadas. Itu juga yang membuat orang menjulukinya sebagai Kota Karang. Dengan kondisi alam seperti itu, kota ini kemudian cocok untuk ditumbuhi oleh jenis tanaman yang tepat berada di alam yang curah hujannya rendah, salah satunya adalah tanaman Bougenville. Itu juga yang membuat Kupang, oleh para pencinta kembang, menyebutnya sebagai Kota Bougenville.

Sebagai sebuah kota, Kupang menjadi kota nomor satu di NTT. Letaknya di ujung paling selatan Pulau Timor, membuatnya berhadap-hadapan lagsung dengan Australia. Dengan keberadaannya sebagai ibukota propinsi, maka Kupang praktis menjadi pintu masuk bisnis apapun yang berasal dari luar daerah, terutama dari arah barat seperti Jakarta, Surabaya dan Denpasar. Saya kemudian berfikir, tentu relatif mudah bagi saya untuk mencari peluang bisnis di sini, di Kupang.

Dengan modal pas-pasan, saya kemudian membuka usaha voucher pulsa. Kebetulan kala itu, saya melihat peluang yang masih tersisa untuk dapat saya manfaatkan. Namun, usaha ini tidak berlangsung lama karena sebagian pelanggan saya justru eksodus dan bergabung dengan sebuah bisnis pulsa dengan model bisnis jaringan. Saya sempat diajak serta, namun saya memilih untuk mencari obyek lain yang sekiranya dapat saya jalankan dengan kemampuan saya. Saya bukan orang yang cocok untuk urusan marketing jadi tahu dirilah saya.

Sejumlah usaha saya jalankan termasuk juga sambil mengajar di sejumlah lembaga pendidikan ketrampilan. Selain itu, saya juga mendedikasikan kemampuan saya dalam bidang jurnalisme dengan membantu sebuah tabloid lokal dwi mingguan yang terbit untuk wilayah NTT.

Hingga suatu ketika, tepatnya tiga tahun silam, ada seorang rekan mengajak saya untuk ikut acara seminar di sebuah hotel ternama di Kupang. Teman saya bilang, ada orang Jakarta yang mau memperkenalkan bisnis yang paling gampang membuat orang menjadi kaya raya. Saya sempat berfikir, jangan-jangan ini MLM. Tapi sudahlah, saya terpaksa ikut sekadar untuk menghargai ajakannya.

Di ruangan hotel itu, ada sekitar 200-an orang yang dikumpulkan. Di deretan paling depan ada beberapa orang muda ber-jas dan terlihat sangat antusias. Dua-tiga orang di antaranya saya kenali wajahnya sebagai orang Kupang, selebihnya saya tidak tahu. Ternyata di sana saya baru tahu, bahwa acara itu adalah presentasi yang diselenggarakan oleh sebuah MLM dari Cina. Konon, MLM ini telah membuat sejumlah anak muda di Bandung sana yang kaya raya, bahkan ada yang mereka sebut Ultra Kaya-sebuah istilah yang baru kali ini saya dengar, maklum tinggal di kampung dan internet belum secanggih sekarang.

Saya terkesima dengan presentasi awal bapak tersebut yang tentunya sulit saya sebutkan namanya, di sini karena lupa-lupa ingat. Tetapi isi presentasinya itu saya tidak akan lupakan seumur hidup saya. Terutama ketika dia menyebut dirinya dan rekan-rekannya yang telah mejalankan bisnis itu sebagai orang-orang yang luar biasa. Kalau bagian itu masih bagus, belum terlalu mencolok. Lalu dia bilang lagi, untuk apa semua orang berlomba-lomba menjadi PNS di propinsi dan kota ini kalau kemudian kehidupannya tetap saja pas-pasan sampai akhirnya dipanggil Tuhan? Bagian ini sudah mulai membuat perhatian saya sedikit terganggu. Dan puncaknya ketika dia mengatakan, "Tinggalkan semua pekerjaan kalian, siapapun Anda karena ada dokter yang lebih memilih menjalankan bisnis ini ketimbang jadi dokter yang menolong pasien tetapi penghasilannnya pas-pasan. Ada bankir yang tinggalkan posisinya untuk menjalankan bisnis ini dan tahukah Anda kalau ada anak muda usia 20-an tahun, tidak lulus kuliah karena kuliah tidak penting kalau kemudian menjadi penganggur atau pegawai rendahan dengan gaji super kecil, tetapi dengan menjalankan bisnis ini, dalam tempo satu tahun saja sudah meraih mobil BMW dan di tahun ketiga sudah meraih pesawat pribadi. Bisnis ini luar biasa, dijalankan oleh orang-orang luar biasa maka dari itu jangan mau menjadi orang biasa-biasa saja, standar dan tidak memiliki impian.".........................dst...dst......

Presentasi yang sempat membuat saya tertarik di permulaan itu pun berubah menjadi tawar dan berganti dengan kegeraman. Terus terang, saya geram dengan pernyataan bapak itu lantaran bertendensi melecehkan dengan profesi lain tanpa melihat bahwa bisnis yang dia jalankan itu pun sedikit banyak membutuhkan campur tangan aparatur negara, perijinan, pajak dan lain-lain sehingga dia bisa bebas menjalankan bisnis ini dan berdiri di hadapan kami pada saat itu.

Saya tidak tahan lagi untuk tunggu terlalu lama. Saya memilih pamit duluan dan tinggalkan ruang hotel itu, naik angkot dan pulang ke rumah. Di atas angkot, bukannya saya membayangkan tengah naik BMW mewah yang saat itu belum ada di Kota Kupang, tetapi saya malah berfikir, pola presentasi seperti ini mirip seperti pengkabaran yang dilakukan oleh sekte-sekte ekstrimis yang mengatakan bahwa kebenaran hanya berada di dalam sekte dan aliran mereka. Saya lalu teringat akan kejadian baru-baru ini ketika saya didatangi sebuah aliran yang mengaku akan mengantarkan kita menuju keselamatan, tetapi dalam omongan mereka lebih mirip pemaksaan dan kosombongan yang mereka tunjukan.

Sejak itu, saya tutup buku dengan MLM, apapun itu namanya. Alasan saya, bukan pada ketidakpercayaan saya akan skema bisnis mereka atau khasiat produk yang mereka tawarkan. Tetapi pada etika bisnis yang sama sekali tidak diacuhkan oleh kebanyakan pebisnis MLM yang saya temui. Bisnis memang terkadang tidak sekotor dunia politik, tetapi kalau di dalam dunia politik saja ada kesantunan dan etika yang senantiasa dijaga, mengapa di dalam bisnis mereka menabrak dan meghancurkan batas-batas etika yang harusnya mereka kedepankan sebagai sebuah entitas bisnis yang baru dan baru mulai diperkenalkan?

Dengan pemahaman bisnis praktis saya yang minus maklum ini saya lalu berfikir, jangan-jangan musabab inilah yang membuat banyak orang menunjukan sikap tidak bersahabat setiap ditawari bisnis MLM. Teman saya malah bilang, mending saya bisnis panti pijat daripada bisnis MLM dan taruhannya adalah saya dibenci orang sekampung saya karena ada MLM yang melecehkan pekerjaan mereka sebagai buruh, tani dan nelayan.

Bukankah kesombongan akan membuat kita kesulitan mendapatkan simpati dari orang lain, apalagi orang yang baru mengenal kita dan baru kita kenal? Tidakkah dengan memberikan penghargaan terlebih dahulu kepada orang, profesinya dan apa yang dia kerjakan, maka lebih mudah kita membuka matanya akan peluang lain yang dapat dia jadikan pertimbangan untuk menjalaninya? Paling tidak, itulah yang saya pelajari dari sejumlah literatur tentang bagaimana mempengaruhi orang dan membuat orang percaya dan yakin akan apa yang kita sampaikan hingga pada akhirnya tak perlu susah payah untuk mengajaknya ikut kita.

Saya akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke dunia LSM dan sempat berpindah-pindah menjadi volunteer di sejumlah LSM lokal yang dibiayai oleh beberapa pendonor asing. Tidak terpikirkan lagi untuk menekuni bisnis, apalagi bisnis MLM, apalagi bisnis MLM yang saya ceritakan tadi (tidak etis kalau saya sebutkan namanya).

Hingga suatu ketika isteri saya yang cerita ke saya kalau dia bantu berjualan sebuah produk herbal yang konsumennya para wanita untuk kesehatan. Dia bilang, untuk ukuran kota Kupang, di apotik juga produk ini belum ada. Diam-diam, empat bulan lalu dia daftarkan dirinya untuk ikut menjadi member bisnis ini dan dia beli produknya. Setelah dia beli, dia jual lagi produk itu kepada para ibu dan gadis di lingkungan kampung kami, yang mayoritas PNS dan mahasiswa itu. Ternyata, lumayan hasilnya, per bungkus produk itu dia dapat untung sekitar Rp20.000, sehingga sekali belanja per pack isi 10 bungkus seharga Rp1 juta lebih, keuntungan dia bisa mencapai Rp200.000. Dalam enam bulan terakhir ini, sebulan dia bisa habiskan 10-12 pack karena pasarnya mulai meluas. Hitung saja sendiri, dia bisa membantu saya sebulan sekitar Rp2juta dan hasil dagangannya itu.

Saya pernah tanya kepada dia, ini bisnis kantor pusatnya di mana? Dia bilang dia tidak tahu, dia hanya pesan produk ini ke temannya di Surabaya lalu temannya titip di kru pesawat lalu ada saudara yang bekerja di bandara El Tari Kupang yang selalu ambilkan titipan ini untuk dia. Saya tanya lagi, bisnis dan perhitungan komisi dan bonusnya seperti apa, karena kata dia ini barang MLM sehingga saya pikir pasti ada hitung-hitungannya. Isteri saya bilang dengan logat Kupang, "E....ko besong son usa tanya-tanya lai. Be sonde ikut itu MLM, be hanya jual barangnya sa. Jual ini barang sa, be su son pusing lai sama doi belanja makan minum na. Ko besong kalu mau, ketong sama-sama bisnis ini to. Darpada besong tapaleuk son jelas, LSM, wartawan son jelas semua tu...pa e, lu ingat ana-ana su mulai besar. Dong butuh biaya sekolah, kalau ada bisnis begini, katong musti ambel ini peluang....." (Artinya: Kamu tidak usah tanya-tanya lagi. Saya tidak ikut MLM, saya hanya jual barang saja. Jual ini barang saja, saya tidak pusing pikirkan uang belanja dapur untuk makan dan minum. Daripada kamu, keluyuran tidak jelas, LSM, wartawan, semuanya tidak jelas. Pak, ingat anak-anak kita sudah mulai besar. Mereka butuh biaya sekolah. Kalau ada bisnis seperti ini, kita mesti ambil peluangnya).

Saya kaget sekaligus terharu. Kehidupan saya memang berat, tetapi untung isteri saya mau berdagang produk ini. Mereka bilang ini produk MLM, saya pun tidak tahu apakah benar. Tetapi yang pasti, tabungan isteri saya dari jualan produk ini bisa kami jadikan modal untuk buka Barber Shop kecil-kecilan di samping rumah kecil kami. Isteri saya selalu mendapat pembeli baru setiap minggu sementara pemakai produk itu, boleh dibilang tidak ada yang pindah ke lain hari. Mereka pun tidak ingin jadi anggota MLM sehingga isteri saya bisa jual barang itu dengan harga pasar dan dapatkan keuntungan langsung.

Saya tidak tahu, MLM yang produknya sedang kami jual ini (maaf, tidak bisa saya tuliskan nama produk dan MLM-nya) apakah juga dalam presentasi mereka turut menjelek-jelekan profesi dan pekerjaan lainnya? Walahualam... semoga tidak.

Sedikit saja catatan saya, hingga hari ini saya masih belum yakin bahwa mereka yang jalankan bisnis MLM diberikan bekal mengenai kepribadian, etika dan kesantunan dalam berhadapan dan berbicara di depan orang lain. Dari media massa saya membaca banyak pembicara dan motovator yang laris manis didengar orang. Usul saya, ada baiknya jangan hanya materi-materi mengejar impian dan kekayaan semata yang diberikan kepada para pendengarnya, tetapi juga materi-materi mengenai etika bisnis dan moralitas berwirausaha. Karena percuma, kaya raya, punya mobil mewah dan bonus berlimpah ruah tetapi jiwanya rapuh, kerdil dan kosong. Ingatlah, manusia tidak hanya bisa bahagia dari harta yang melimpah ruah. Jangan pernah jadikan kekayaan sebagai ideologi hidupmu, karena kekayaanmu itu akan ditukargulingkan dengan kamar peristirahatanmu di akhirat nanti.

Tulisan ini sekadar sharing, untuk redaksi The Billionaire dan akan lebih baik lagi jika bisa dipublikasikan. Sebagai sebuah testimoni dari orang kampung yang tinggal jauh dari metropolitan, yang tidak tahu berbisnis tetapi paham bentu bahwa bisnis pun butuh etika.


Kupang, 7 Januari 2010

Saverpall




UKMWAY KONTRIBUSIKAN 10% OMSET AMWAY INDONESIA

JAKARTA-TBM: Ketua Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman (GAPMMI), Thomas Dharmawan kepada TBM di Jakarta mengatakan, bisnis pemasaran berjenjang atau multi-level marketing memberikan kontribusi positif kepada eksistensi usaha kecil dan menengah di Indonesia. Hal ini ditunjukan dengan semakin banyaknya produk-produk besutan UKM yang dipasarkan melalui sistim penjualan MLM.

"Produk UKM yang memiliki keunggulan lebih, selain masuk melalui pasar konvensional, banyak juga yang memilih diperdagangkan melalui perusahaan MLM," kata dia.

Thomas lantas menyontohkan apa yang telah dilakukan oleh Amway Indonesia yang membuat diversifikasi produk jajakannya dengan nama UKMWAY. Perusahaan MLM asal Amerika Serikat ini menggandeng PT UKMI yang dikomandani oleh mantan CEO Indofood Eva Riyanti Hutapea untuk memasarkan produk-produk hasil kerja UKM Indonesia.

Kerjasama yang telah berjalan selama lima tahun ini, telah memberikan hasil yang signifikan dimana 10% dari total omzet penjualan Amway, dikontribusikan oleh UKMWAY. Hal tersebut dikemukakan oleh Presiden Direktur PT Amway Indonesia, Koen Verheyen dalam sebuah konferensi pers di depan wartawan, akhir 2009 lalu.

Thomas menambahkan, hanya produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif saja yang tepat untuk dipasarkan dengan menggunakan sistim MLM. "Karena dengan sistim ini, produk itu bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi. Kalau masuk ke pasar melalui jalur distribusi konvensional, terlalu banyak saingan di sana," tegasnya.

Thomas pun mengamini jika selain Amway, keberadaan perusahaan MLM di Indonesia, secara umum banyak membantu eksistensi UKM. "Anda tahu, mayoritas produk yang dipasarkan oleh perusahaan MLM itu dihasilkan dari UKM di Indonesia. Saya kebetulan di KADIN (Kamar Dagang dan Industri-red), jadi saya tahu pasti akan hal itu."

Itu sebabnya dia berharap, ke depannya perusahaan MLM di Indonesia semakin bertumbuh dan terus meningkatkan profesionalisme mereka dalam berbisnis di tengah-tengah masyarakat Indonesia. (Pius Klobor-TBM)

Sunday, October 4, 2009

Tiens for Fortune 500


Gandeng Microsoft, Tiens Targetkan Fortune 500

Presiden Tianshi Li Jin Yuan terus melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk memotivasi para distributor Tianshi. Terutama terkait dengan visi besarnya, masuk kelompok 500 perusahaan terbesar dari seluruh dunia. Khusus untuk Indonesia, Li Jin Yuan bersedia datang minimal 2 kali. "Saya rela berkorban untuk distributor Indonesia, karena saya cinta Indonesia," ungkap Li Jin Yuan.

"Saya yakin dalam waktu 5 tahun ke depan Tianshi akan masuk ke jajaran perusahaan Fortune 500. Sebuah terobosan yang mendukung upaya tersebut adalah pengembangan Banner Store, penyatuan bisnis ritel dengan bisnis jaringan," tegas Li Jin Yuan. Saat ini Tianshi terus berusaha meningkatkan penghasilan agar memenuhi standar perusahaan yang layak masuk Fortune 500. Banner Store menjadi tonggak baru bisnis Tianshi.

Pengembangan Banner Store didasari atas sejarah kebutuhan manusia yang sejak lama memang berbeda-beda. "Ini yang mendorong kami melakukan inovasi yang baru dan penyesuaian melalui pengembangan jaringan dengan ritel," kata Li Jin Yuan.

Mengapa ritel? Karena menurut Li Jin Yuan, 50 perusahaan ranking teratas di jajaran Fortune 500 itu beberapa diantaranya bergerak di bidang ritel dan IT. Wall Mart yang bergerak di bidang ritel dengan omzet US$ 380 miliar. Beberapa tahun terakhir WM selalu menduduki ranking pertama. Selain WM sudah ada beberapa perusahaan ritel yang masuk Fortune 500.

Li Jin Yuan mengungkapkan, jaman sudah modern, kita sudah memasuki era baru. Jadi, konsep pengembangan tidak lagi sama dengan yang dulu. Pemikiran kita harus berubah agar bisa masuk ke masyarakat. Konsep Banner Store akan menggerakan ekonomi banyak rumah tangga di seluruh dunia. Konsep ini akan memberikan keuntungan kepada mereka.

Li Jin Yuan juga mengungkapkan bahwa untuk menguatkan brand image, Tianshi terus menggandeng perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia. Diantaranya, Tianshi merancang kemitraan dengan perusahaan IT terbesar dari Amerika, Microsoft. Kemudian bekerjasama dengan perusahaan besar dari Taiwan yang memiliki keuntungan sampai US$ 60 miliar. Tianshi juga bermitra dengan HSBC, Standard Chartered, Citibank dan beberapa perbankan terkenal di dunia. (TBM)

Tentu bukan tanpa dasar perusahaan-perusahaan terkemuka dunia mau bermitra dengan Tianshi. "Mereka melihat kekuatan penterasi pasar yang dilakukan Tianshi. Mereka melihat sebuah kekuatan pasar yang besar," ungkap Li Jin Yuan.

Fakta ini semakin membuktikan pengakuan dunia terhadap kekuatan bisnis Tianshi yang begitu besar. Kemitraan yang dilakukan Tianshi akan semakin menguntungkan distributor Tianshi. (TBM)